Pages

Minggu, 27 September 2015

Selamat Pagi Bromo


Perjalananpun dimulai di hari Sabtu, 25 Juli 2015 jam 09.00 WIB. Rencana hari ini kita sekeluarga nginap di Probolinggo karena memang ada acara pernikahan saudara. Alhamdulillah perjalanan dari Trenggalek - Malang. Di malang kita singgah dulu dikosan adik untuk shalat Dhuhur sekaligus makan siang. Tepat jam 13.30 perjalananpun dilanjut kembali menuju ke pasuruan. Olala sampai di by pas Blimbing macet, lumayanlah setengah jaman. Setelah sempat bermacet ria Alhamdulillah perjalanan kembali lancar . Sampai di Pasuruan kita mampir dulu neh di masjid ini. Masjid ini pas banget untuk istirahat tempatnya luas dan di sebelahnya ada warung kopi jadi bisa neh buat ganjal-ganjal perut. Setelah dirasa istirahat kita lanjut lagi menuju Probolinggo. 

Rehat dulu di salah satu masjid di Pasuruan
Perjalanan Pasuran - Probolinggo menghabiskan waktu  sekitar 3 jaman. Sampai di Probolinggo langsung menuju penginapan. Penginapannya namanya Penginapan Dharma. Tempatnya lumayan bersih dan nyaman. Tarifnya pun lumayan murah. Untuk kamar ac tarifnya Rp.125.000,- kamar lumayan bersih ada dua tempat tidur dan tv. Kalau mau cari makan pun tidak susah didepan penginapan ada rumah makan yang rame banget . Menunya lalapan, harganya cukup terjangkau (kalau dibandingkan dengan Trenggalek sih ya murahan di Trenggalek). Rasanya lumayanlah.Cukup dengan jalan kaki kita bisa ke warung. Karena jalannya ramai hati-hati bawa dompet ataupun tas. Ketika aku disana ada kejadian pencopetan soalnya dan menurut warga disitu memang sering terjadi penjambretan. 

Houstel Dharma
Oh ya tempat penginapan lumayan dekat dengan alun-alun kota Probolinggo. Dan satu yang membuat aku terkejut ternyata stasiun nya ada di depan alun-alun Probolingggo. Kita sempat jalan-jalan sebentar ke alun-alun. alun-alunnya ramai sekali karena kebetulan waktu itu malam minggu.

Selesai mengisi amunisi kita mempersiapkan persiapan yang akan kita bawa ke Bromo. Jaket tebal, masker, kacamata, air mineral, biskuit, mukena, kaos kaki, kaos tangan, obat-obatan. Semua siap lanjut tidur karena besok jam 02.00 kita dijemput sama travel. 

Houstel Dharma
Waktu begitu cepat berlalu, alarm berbunyi tetap  jam 01.00 mata sebenarnya masih mengantuk. Untuk mengusir kantuk terpaksa deh mandi. Byuuuur dingin sekali. Selesai mandi keluarga lainnya juga sudah siap. Travel sudah siap werrr dengan mobil travel kita menuju ke Bromo. Dalam hati berbisik "Bromo.....i am coming...." . Perjalanan menembus malam , sepi sunyi senyap dan akhirnya terlelap. Begitu bangun tahu-tahu jalanan sudah menanjak tampak di kejauhan lampu-lampu berkelap-kelip kanan kiri hutan. 

Mulai disinilah kita naik Jep
Sampai di Cemorolawwang berhenti gantian kita naik Jep. Disini banyak penjual yang nawarin syal, masker , kaos kaki. Sampai disini hawa dinginnya sudah mulai terasa. Jep pun diisi dengan 7 orang dewasa dan dua anak kecil. Kita berangkat dengan semangat penuh 45. Awal - awal perjalanannya santai-santai aja menikmati jep walau pun jalananan naik turun. Bapak pengemudi Jep begitu mahir menerjang jalanan. Ku paksakan untuk tidur tapi tidak bisa malah ujung-ujungnya pusing. Perjalannany terasa sangat jauh , naik turun belok terus begitu. Dari pusing kok merambat ke perut mual-mual mau muntah, dalam hati berkata jangan muntah dulu...jangan muntah dulu...Jadi tuh menahan sampai akhirnya jep berhenti langsung aku keluar mengeluarkan isi perut .Legaaaa...pusing langsung hilang....Alhamdulillah...Dan seharusnya kita tidak berhenti disini tetapi berhubung jalannya macet (karena memang masih suasana libur lebaran) jadilah kita jalan kaki.

Disini hawa dingin menusuk sampai ke tulang , jalanan ramai penuh motor dan asap knalpot motor. Sesak mau jalan susah, abang -abang ojek nawarin ojeknya sampai capek rasanya jawabnya. Sampai di jalan yang lebih lengang akhirnya untuk meghemat waktu kita putuskan naik ojek. Tarif ojek Rp.10.000,- per orang. Grenggg tak sampai 15 menit sampailah kita di gerbang, turun dari ojek masih jalan kaki naik tanggga. Brrrr udaranya dingin banget. Oh ya jangan lupa bawa senter per orang satu biar jalannya nyaman soalnya memang gelap.

Mataharinya masih malu-malu
Sampai di penanjakan 1 sekitar jam 05.00 orang-orang sudah pada berkumpul nunggu sunrise. Segera laksanakan shalat Subuh disitu juga disediakan tempat shalat ada peralatan shalat juga (tikar, mukena, sarung). Tapi kalau aku sih sukanya bawa mukena sendiri lebih nyaman. Ada toilet dan tempat wudhu juga. Airnya dingin sekali seperti air es. Untuk menggunakan air tersebut kita bayar Rp.2.000,-.

Perlahan pagi pun tiba mataharipun muncul malu-malu berwarna orange kekuningan. Masya Alloh seperti bola kuning yang kecil dan membesar. Dan lihatlah lukisan alam yang indah  terbentang di depan mata. Mulut ini tak hentinya bersyukur bisa melihat kembali pemandangan indah ini. Dari kejauhan terlihat gunung Raung berdiri dengan gagahnya. Kuhirup dalam-dalam udara yang segar sambil memajmkan mata menikmati indahnya alam ini. Alloh... maka nikmat mana lagi yang akan aku dustakan. Begitu kecil...begitu kerdilnya kita diantara ciptaanMu.

Dingin pun berlalu seiring dengan matahari yang mulai bersinar hangat. Dari atas view point penanjakan kita dapat melihat gunung bromo, melihat arak-arakan jep seperti semut yang berjejer beriringan. Tumbuhan menghijau menyejukkan mata. Puas menikmati pemandangan dari penanjakan 1 tepat pukul 07.00 kita berjalan pulang menuju lautan pasir. Sebelum ke lautan pasir mampir dulu ke warung untuk mengganjal perut. Menikmati mie hangat (kalau nggak salah harga mie rebus per porsi Rp.12.000,-). Kemudian naik ojek lagi menuju Jep.

Dari dalam Jep kita nikmati pemandangan yang ada di sekeliling kita. Benar-benar lukisan alam yang indahhh banget. Kira-kira 45 menit  perjalanan sampailah kita di padang pasir. Jep-jep yang berjejer dan kuda-kuda siap menyambut kita. Karena udara panas banyak debu-debu yang beterbangan.

 Kali ini kita tidak naik ke Bromonya karena memang waktu yang mepet (ada acara pernikahan). Puas foto-foto dan menimati lautan pasir kita jam 08.45 kita putuskan untuk pulang. Walau hanya sebentar tapi rasanya puas sekali. Sampai ketemu lagi Bromo dilain kesempatan ....


Bersama dengan partner dunia akhirat
Happy Family
Bapak sopir yang ramah dan sabar


Sabtu, 26 September 2015

Novel Negeri Para Roh


Salah satu syukurku itu adalah mempunyai hobi membaca buku. Pada dasarnya buku apa aja bisa aku baca di waktu senggang. Seperti sore itu ada kiriman buat suami pengirim dari Gramedia isinya buku dengan judul " Negeri Para Roh" buku itu ditulis berdasarkan kisah nyata Dody johanjaya. Yang saya tahu Dody Johanjaya itu dulunya adalah produsernya "Jejak Petualang' yang tayang di Trans 7. Kebetulan saya juga lumayan mengikuti acara tersebut. Habis itu saya sedikit tertarik ujntuk membaca buku tersebut ditambah dengan promosi dari suami yang mengatakan ini bukunya bagus looo? (dalam hati berkata bagaimana tahu bagus nggak lha wong sampeyan aja belum baca). Mulailah ku baca dari cover belakangnya akhirnya ku putuskan ku mulai bacanya mulai sore itu hari Kamis, 24 September 2015 dan selesai dibaca pada hari ini Sabtu, 26 September 2015 pukul 19.21
       Novel ini didasarkan atas kisah nyata dari Dody Johanjaya ketika berpetualang di Asmat . Nama-nama dan karakter tokoh dalam novel ini merupakaan rekaan dari pengarang, kecuali nama Bagus Dwi. 

SINOPSIS:
         Pada tanggal 06 Juni 2006 , longboat berpenumpang lima kru sebuah stasiun televisi berangkat dari Agats menuju Timika. Mereka adalah Senna, Totopras, Sambudi, Bagus dan Hara. Belum lagi tengah hari, laut sekonyong mengganas dan longboat terbalik. Berbekal dry box berukuran lima puluh sentimeter persegi, empat dari mereka harus bertahan di tengah amukan Laut arafuru. Yang seorang lagi terpisahbersama tiga awak perahu , terseret arus ke arah berlawanan.
         Negeri Para Roh adalah kisah tentang kelima kru itu. Di negeri itu mereka belajar mengenal manusia Asmat dan relung-relung ritualnya yang purba. Mereka juga menyaksikan bagaimana roh-roh leluhur dihormati dan sekaligus ditakuti, terus diingat dalam patung-patung ukiran , namun juga dibujuk pergi dan diantar ke dunia abadi di balik tempat matahari terbenam.

 CORETANKU
         Ketika membaca buku ini aku seperti berada diantara orang-orang suku Asmat, membayangkan bagaimana keadaan di sana banyak pohon-pohon, rawa-rawa sungai dan buaya-buaya ganas. . Membayangkan tentang ritual-ritualnya. Membayangkan bagaimana ketika Hara ,Senna , Totopras, Sambudi, dan Totopras menginap di suatu tempat yang masih asing dan misterius yang pasti mjungkin tidak akan terasa jika siang hari tapi ketika malam dan semua teman sudah terpejam tinggal diri sendiri menghitung detik demi detik menit demi menit yang tersa melambat menunggu mata terpejam. 
       

Kemudian ketika peristiwa tanggal 06-06-2006 itu datang ketika  siang yang cerah berubah menjadi mencekam. (Ya Allah diam-diam hati ini bersyukur atas nikmat hari ini). Ketika longboat terbalik dan lima orang tersebut berpisah. Empat orang menaiki dry box (Senna, Hara, Totopras dan Samsudi ) sedangkan Bagus dwi bersama tiga  awak longboat asal Asmat. Angin dan ombak memisahkan longboat dan dry box.  Akhirnya selama 20 jam berada di dry box melawan kantuk, lapar, dahaga membawa mereka ke hamparan pasir. Kelegaan itu hanya berlangsung beberapa menit saja karena ternyata tempat itu belum aman sewaktu waktu bisa saja tempat itu tergenang dengan air. Akhirnya dengan sisa tenaga yang ada mereka berusaha untuk mencari tempat yang lebih aman. Kemudian terdampar di Pulau Tiga, Perairan Arafuru, deretan pulau antara Asmat dan Timika. Di Pulau kosong itulah asa itu digantungkan. Menunggu bantuan yang datang. Waktu yang melambat sampai pada akhirnya hari kelima setelah peristiwa tersebut tepatnya tanggal 10 Juni 2006 doa pun terjawab, akhirnya bantuan itupun datang..

Dan membaca novel ini membuatku rasa syukurku menjadi berlipat-lipat...saat ini kita bisa berada di tempat yang aman, perut yang kenyang, rasa aman, tempat yang hangat  baju yang bersih.